Kamis, 17 Maret 2011

BCL, eh..BCP

B
encana alam sepperti gempa, tsunami, banjir, gunung meletus akan merugikan bagi kehidupan manusia. Terutama di sector perekonomian,yang tentunya akan melumpuhkan pergerakan ekonomi, transaksi bisnis dan lainnya. Bila suatu perusahaan lumpuh karena bencana alam tersebut, maka bisa dipastikan semua kegiatan bisnisnya akan terhenti pula. Tak ada yang bisa bekerja, karena infrastruktur kantor, database perusahaan, komunikasi dan transportasi semuanya rusak dan menghambat kelangsungan bisnis.
S
emenjak tragedy 9/11, perusahaan-perusahaan Amerika banyak yang lumpuh karena kerusakan seperti yang disebutkan di atas. Meski bukan terkena bencana alam, tapi dampak dari tragedy tersebut cukup terasa. Oleh karena itu, perusahaan-pperusahaan tersebut menerapkan BCP dalam kebijakan perusahaan.
A
pa itu BCP?
BCP adalah Business Continuity Planning atau Perencanaan Bisnis Berkelanjutan. Sebenarnya BCP telah dikembangkan sejak kekhawatiran akan bug Y2K menjelang tahun 2000, akan tetapi penerapannya semakin jelas setelah tragedi WTC. Hampir 95% perusahaan Amerika telah menerapkan dan mengembangkan BCP.Definisi lebih jelasnya bisa dilihat di bawah ini.
Business continuity planning (BCP) is “planning which identifies the organization's exposure to internal and external threats and synthesizes hard and soft assets to provide effective prevention and recovery for the organization, whilst maintaining competitive advantage and value system integrity”
atau,

business continuity planning (BCP) definition:

Task of identifying, developing, acquiring, documenting, and testing procedures and resources that will ensure continuity of a firm's key operations in the event of an accident, disaster, emergency, and/or threat. It involves (1) risk mitigation planning (reducing possibility of the occurrence of adverse events), and (2) business recovery planning (ensuring continued operation in the aftermath of a disaster).


S
ecara singkatnya bisa dikatakan  BCP adalah persiapan yang dilakukan perusahaan untuk menghadapi kemungkinan dan ancaman tertentu yang bisa saja terjadi pada perusahaan. Diantaranya adalah;
Wabah penyakit, gempa bumi, kebakaran, banjir, serangan cyber (virus PC, kerusakan sistem dll), sabotase, topan badai, penurunan pasokan atau kerusakan tenaga listrik, dan terorisme.
C
ontoh beberapa hal yang dilakukan dalam BCP adalah menyiapkan fasilitas kantor cadangan, membackup semua data perusahaan yang penting, suplai tenaga listrik yang mandiri dan memberdayakan SDM yang dibutuhkan bila terjadi keadaan darurat. Semua ini melalui proses analisis, rancangan solusi, penerapan, pengetesan serta approval perusahaan, dan perawatannya.
A
lokasi yang dibutuhkan untuk BCP cukup besar, sehingga tidak semua perusahaan bisa mengaplikasikannya dengan baik. Saat ini sendiri, seperti kita ketahui Jepang terkena bencana gempa 8.9 SR serta tsunami yang meluluh lantakkan semua sendi perekonomian. Dari berkurangnya suplai makanan, bahan bakar, transportasi, tenaga listrik yang berkurang sampai + 25%, hingga ancaman radiasi nuklir yang sekarang melanda warga Jepang. Suplai komponen-komponen yang menyokong industri otomotif pun terhambat karena bencana ini. Padahal industri otomotif Jepang merupakan salah satu dari yang terbesar di dunia.
S
ementara itu, perusahaan Jepang yang menggunakan BCP baru sekitar 5%. Itu terjadi karena biaya yang dibutuhkan teramat tinggi sampai ratusan juta yen, hingga wajar saja kerugian yang diderita Jepang cukup tinggi. Kerugian ini diderita karena sektor perekonomian belum bisa berjalan dengan baik hingga seminggu semenjak gempa+tsunami terjadi. Akan halnya yang terjadi pada Deutsche Bank. Perusahaan keuangan ini beroperasi kembali dengan lancar  hanya dalam waktu dua jam setelah tragedy WTC 9/11. Mereka bisa meminimalisir kerugian dengan BCP ini. Meski biaya yang dikeluarkan cukup besar, tapi bila terjadi situasi darurat perusahaan bisa meminimalisir kerugian yang diderita.
A
kankah BCP ini bisa diterapkan di perusahaan-perusahaan kita?Mengingat resiko dan ancaman yang tercakup di atas yang cukup tinggi di Indonesia. Jepang yang merupakan negeri cukup kaya saja, baru bisa menerapkannya pada + 5% perusahaan-perusahaannya…Hmmm??

---gara-gara liat siaran tipi,jd deh pengen ngebahas BCL, eh, BCP ini..^^---------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar